Minggu, 25 Desember 2011

Peranan Para Tokoh Islam dalam Penyebaran dan Pengembangan Islam di Indonesia




Assalaamu’alaikum Wr. Wb
Hmm … sudah lama saya tidak menulis lagi, karna ada beberapa hal yang harus saya kerjakan terlebih dahulu.
Baiklah, cukup basa-basinya insya Allah saya akan sedikit menjelaskan peran para tokoh Islam di Indonesia, yang tentunya menjadi salah satu factor perkembangan Islam di Indonesia yang datang ke nusantara sekitar abad ke 12 M – abad ke 16 M. Tentunya, para sahabat sudah tahu bukan, tentang tokoh para Wali Sembilan atau yang kerap disebut Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.
Nah, selain para Wali Songo, terdapat juga beberapa ulama atau tokoh agama yang berperan dalam proses Islamisasi dan Pengembangan Islam di Indonesia, seperti di Aceh ada Hamzah Fansuri, Syamsuddin al-Sumaterani, Nuruddin al-Raniri dan Abdurrauf Singkel. Di Palembang ada Syekh Abdussamad al-Palimbani. Sementara di Sulawesi ada Syekh Muhammad Yusuf al-Makasari. Di Kalimantan ada Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, Syekh Muhammad Nafis al-Banjari. Sedang di Banten ada Syekh Muhammad bin Umar al-Bantani. Mereka adalah para penyebar Islam di Nusantara yang cukup terkenal. Masing-masing mereka memainkan peran penting dalam proses Islamisasi di Nusantara atau Indonesia kini.
Disini saya mohon maaf hanya akan menjelaskan salah satu diantara mereka, yakni Hamzah Fansuri, mohon disimak.
1.      Hamzah Fansuri
Diperkirakan, Hamzah Fansuri hidup pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (yang menjadi Raja ke 12 di kerajaan Aceh) pada tahun 1590 M. pengembaraan intelektualnya tidak hanya di Fansur, Aceh, juga ke India, Persia, Mekah dan Madinah. Karena itu, hampir semua bahasa tersebut dikuasainya, selain bahsa melayu. Dalam pengembaraannya itu, ia sempat mempelajari ilmu fiqih, tauhid, tasawuf, sejarah dan sastra Arab.
Usai mempelajari pengembalaan intelektualnya, Hamzah Fansuri kembali ke kampong halamannya di Fansur, Aceh, untuk mengajarkan keilmuan Islam yang diperolehnya dari guru-guru yang didatangimya di negri-negri yang telah disinggahinya. Ia mengajarkan keilmuwan Islam tersebut di Dayah (pesantren) di Oboh Simpangkanan, Singkel.
Hamzah Fansuri bukan hanya seorang ulama, sufi, sastrawan terkemuka, juga sebagai perintis pengembangan peradaban Islam di Nusantara. Pemikiran dan kritikannya yang sangat tajam mengenai prilaku politik dan moral para raja dan bangsawan, menyebabkan ia tidak begitu disukai oleh kalangan elit ini. Karenanya wajar apabila di dalam karya Hikayat Aceh maupun Bustanussalatin, tidak sedikitpun menyinggung mengenai Hamzah Fansuri.
Meskipun begitu, Hamzah Fansuri tetap berkarya. Ia melopori penulisan risalah tasawuf yang cukup sistematis dan dapat dipahami, karena ditulis dalam bahasa Melayu. Sebelumnya, semua itu ditulis dalam bahasa Arab yang tidak semua orang dapat memahaminya dengan baik. Dalam bidang sastra, Hamzah Fansuri memelopori penulisan puisi-puisi filosofis dan mistis bercorak Islam. Kedalaman kandungan puisinya sukar ditandingi oleh penyair lain yang hidup sezaman dengannya. Hamzah juga memperkenalkan syair puisiyang bersajak a-a-a-a. Berikut contoh salah satu syair Hamzah Fansuri ;
Syair Perahu
Pertegu jua alat perahumu,
Muaranya sempit tempatmu lalu,
Banyaklah disana ikan dan hiu,
Menanti perahumu lalu dari situ,

Muaranya dalam, ikan pun banyak,
Di sanalah perahumu karam dan rusak,
Karangnya tajam seperti tombak,
Ke atas pasir kamu tersesak,

Ketahui olehmu hai anak dagang,
Riakanya rencam ombaknya karang
Ikan pun banyak dating menyarang
Hendak membawa ke tengah sawang.

Muaranya itu terlalu sempit,
Di manakan lalu sampan dan rakit,
Jikalau ada pedoman dikapit,
Sempurnalah jalan terlalu ba’id.

Baiklah perahau engkau perteguh,
Hasilakan pendapat dengan tali sauh,
Anginnya keras ombaknya cabuh,
Pulaynya jauh tempat berlabuh.



Dari sini dapat dipahami bahwa syair yang diperkenalkan Hamzaha Fansuei merupakan perpaduan antara ruba’i Persia dengan pantun Melayu.
Dengan melihat karya dan pemikiran Hamzah Fansuri, dapat dimengerti bahwa ia telah memaikan peran yang sangat penting di dalam penyebaran dan penggunaan bahasa Melayu sebagai Lingua Franca. Bahasa ini tidak hanya dijadikan sebagai bahasa komunikasi dalam berbagai kegiatan di Nusantara.
Dalam bidang keilmuan tafsir, Hamzah Fansuri telah memelopori penggunaan metode takwil. Hal ini dapat dilihat dari karyanya Asrasul Arifin, yang banyak menganalisisnya dengan sangat tajam.
Dengan denikian dapat dikatatkan bahwa Hamzah Faunsuri bukan hanya sebagai seorang ulama penyebar Islam, juga sebagai sastrawan, inteletual dan sebagainya. Selama masa hidupnya, ia telah banyak menghasilkan karya tulis yang merupakan refleksi dari pemikiran keislamannya.
Hamzah Fansuri memiliki sejumlah karya tulis. Namun, tidak semuanya dapat ditemui, karena beberapa dibakar di halaman masjid Baiturrahaman, pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Tsani (1641 M), yang pada waktu itu pelajaran wujudiah divonis sebagai ajaran sesat, oleh Nuruddin al-Raniri dan para pengikutnya yang melancarkan berbagai pembaharuan pemikiran di tanah Melayu, khususnya di Aceh. Selama kurang 7 tahun, ia menentang doktri wujudiah yang diajarkan Hamzah Fansuri dan Syamsuddin al-Sumaterani.

Nah, begitulah cerita yang baru saya ketahui, saya akan sangat senag sekali jika sahabat juga memberikan kritikan, saran, dan pendapat. Di tunggu ya ….
Mohon maaf bila ada salah-salah kata karna saya juga manusia yang tak luput dari khilaf dan kesalahan. Billahi Taufik wal Hidayat, Wallahul Muwafik ila Aqwamit Thariq.
                                                                                            Wassalaamu’alaikum Wr. Wb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar